Wednesday, May 8, 2013

ATM Dan Tanggal Lahir Yang Terlupa

Malam itu disalah satu bilangan daerah Purwakarta, satu keluarga sedang menikmati liburan. Malam dimana ke-esokkan harinya adalah hari Ahad. Kawasan taman kota menjadi pilihan mereka untuk berjalan-jalan menapaki lingkaran kolam besar bernama Situ Buleut itu. Dengan wajah penuh berbinar memandangi riak air yang memenuhi kolam itu. Sang ayah mengajak keluarganya yang terdiri dari seorang istri dan seorang putri sedang dalam masa berpertumbuhan. Mereka pun terduduk dengan nyaman dibangku taman yang tersedia sambil menikmati pemandangan yang ada dihadapannya; lampu taman, kilau air, bias-bias pepohonan yang samar terpantul cahaya, serta keramaian car free night.

Keluarga kecil ini begitu menikmati suasana. Mereka menikmati pemandangan ini sambil memakan makanan ringan hasil buah rengekkan putrinya. Sekantung popcorn begitu cukup menemani suasana yang tak didapat dirumah mereka, dipeloksok sana. Sang putri begitu sumringah dengan ajakkan orang tuanya kali ini. Walau hanya sebulan sekali, namun cukup membuatnya senang dan dapat menjadi bahan cerita untuk diceritakan kepada teman sebayanya.

Ya, sebulan sekali lantaran sang ayah mengandalkan gaji semata-wayangnya dari tempatnya bekerja yang tak seberapa. Baginya apalah bila inginkan istri dan putrinya ini dapat bahagia. Hingga dipenghunjung kepulangan mereka sang putri yang berumur 6 (enam) tahun ini menginginkan oleh-oleh berupa martabak manis kesukaannya. Kontan sepasang suami istri ini pun panik membuka dompetnya masing-masing. "Ma, uang Ayah tinggal buat bensin motor pulang." sang suami mengabarkan isi dompetnya. Sang istri hanya bisa terangguk mengiyakan kesamaan nasib dompetnya.

Dengan seribu rayuan untuk menyudahi rengekkan sang putri sepasang suami istri ini pun menyerah. Akhirnya jalan terakhir pencarian mesin ATM pun ditempuh mereka. Mereka edarkan pandangan mereka yang terfokus pada mesin bernama ATM itu. Akhirnya pencariannya pun berakhir di-dua ratus meter perjalanan. 

Sesampainya didepan ATM, sang suami memasukkan kartu yang bernomorkan pengaman. Ketika mesin meminta nomor yang dimaksud sang suami mengernyitkan dahinya. Nomor yang ia masukkan tak dapat diterima oleh sang mesin. Hingga akhirnya perbincangan ini pun terjadi;
"Ma kalau tanggal lahir teh berapa?" tanya sang suami.

"Mama juga gak apal." tembal sang istri.

"Kok, nomornya ditolak terus ya? Padahal Ayah sudah masukin nomor yang biasa."

"Beneran Mama gak apal. Coba samain dengan yang di KTP."

"Aduh, Mama tanggal lahir aja gak apal."

"Mama mah apal lahir pas pohon mangga masih dua bulanan itu juga kata Emak."

"Ini Ayah lupa nomornya berapa. Udah dua kali gagal terus nih. Kalau sampai tiga kali bisa diblokir kartunya."

"Ya udah gak jadi aja, Yah." usul sang istri sambil sedikit tersenyum dengan situasi ini. Sang anak pun hanya bisa tersipu melihat pola tingkah kedua orang tuanya yang terlanjur lucu itu.

"Udah yah Neng, beli martabaknya besok lagi?" rayu sang Ibu. Sang anak hanya bisa terangguk dan melupakkan martabak kesukaannya. Ya, melupakkan pesanannya karena pertunjukkan lawak yang masih ter-rekam dengan apik dalam pikirannya selama perjalanan pulang bersepeda motor bersama Ayah dan Mamanya.[]


Categories:

0 Opini Pembaca:

Post a Comment

Komentar dan Opini Anda sangat membangun dalam pengembangan blog ini. Terimakasih atas partisipasinya.