Tuesday, December 20, 2011

"Sepasang Malaikat Menamparku....!!!"


Pagi itu pukul 08.00, ponsel genggamku berdering dengan nyaring dan pada layarnya tertera salah seorang nama teman SMA dulu yang cukup lama kita tak saling menyapa. Tanpa berlama-lama membuatnya menunggu, maka aku jawab silaturahim hangatnya.
"Assalamualaikum, Fit?" sapa ia dengan hangat.

"Wa'alaikummussalam, Sehat Na?" Jawabku sambil menanyakan kabarnya.

"Alhamdulillah sehat. Fit gimana?"

"Alhamdulillah bae juga. Ada ape nih tumben nelpon?"

"Ah, Silaturahim aja."

"Ow, gitu." jawabku

"Gimana nih, Pak panitia. Kapan kita reunian SMA?"

"Iya, masih sibuk nentuin hari nih. Sabar ya, semoga sudah dapat di publish bulan-bulan ini. Na."

Dan kami pun larut dalam obrolan nostalgia SMA. Ia bercerita dan aku mendengarkan sambil menyeduh -tea full cream-, minuman favoritku ketika pagi menyongsong. Ketika ku menikmati minuman yang juaranya setingkat lemon tea. Ya, -lemon tea- minuman dari bahan teh kesukaanku yang lainnya, dimana teh yang di tambahkan sari pati jeruk lemon, emmm... mantap. Ternyata teman lama ku ini membicarakan hal cukup serius yang berawal dari obrolan basa-basi kita di awal telpon tadi. 

Tuesday, December 13, 2011

Pulang Kota

Pagi buta itu, disaat semua tertidur lelap. Sesosok pria seperempat abad sudah melangkahkan kakinya menuju stasiun antar kota untuk tujuan yang hanya ia dan Tuhan tau. Selepas shalat Subuh ia sudah bersolek dan membopong tas ransel andalannya, berisikan; pakaian serta oleh-oleh yang sudah ia siapkan sejak kemarin sore saat pulang kerja. Ia menyundutkan sebatang kretek kesukaannya ke kriket miliknya sambil duduk di bangku calon penumpang yang sudah nampak reyot dengan warna biru pudar kusam. Ia menyasap batang demi batang kreteknya sambil berharap kereta antar kota yang hadir dua kali distasiun tempat ia menunggu datang dengan semua harapannya. Dua kali dalam sehari saja kedatangannya, kawan. -Sang Kereta harapan-; dengan jadwal pemberangkatan pagi dan sore hari; alias pagi buta pukul 05.00 WIB dan sore petang pukul 20.00 WIB. Hanya gerbong-gerbong tua setia itu yang sudi menampung kaum sudra sepertinya. Tragis memang.

Saking jarangnnya, enam bulan yang lalu pria ini memutuskan untuk hal yang sama. Selepas shalat Subuh ia sudah bersiap diri berdiri di stasiun menanti sang kereta harapan, namun karena oleh-oleh tertinggal di indekosnya maka ia pun kembali. Sesampainya di stasiun itu, ia telat 5 menit dan kereta harapan itu telah pergi meninggalkannya, yang terlihat hanyalah pintu belakang gerbong yang terbuka seolah-olah berkata, "selamat tinggal, bye-bye." lenyaplah sudah harapannya di pagi itu dan menunggu kembali sampai sore petang.