Tuesday, December 20, 2011

"Sepasang Malaikat Menamparku....!!!"


Pagi itu pukul 08.00, ponsel genggamku berdering dengan nyaring dan pada layarnya tertera salah seorang nama teman SMA dulu yang cukup lama kita tak saling menyapa. Tanpa berlama-lama membuatnya menunggu, maka aku jawab silaturahim hangatnya.
"Assalamualaikum, Fit?" sapa ia dengan hangat.

"Wa'alaikummussalam, Sehat Na?" Jawabku sambil menanyakan kabarnya.

"Alhamdulillah sehat. Fit gimana?"

"Alhamdulillah bae juga. Ada ape nih tumben nelpon?"

"Ah, Silaturahim aja."

"Ow, gitu." jawabku

"Gimana nih, Pak panitia. Kapan kita reunian SMA?"

"Iya, masih sibuk nentuin hari nih. Sabar ya, semoga sudah dapat di publish bulan-bulan ini. Na."

Dan kami pun larut dalam obrolan nostalgia SMA. Ia bercerita dan aku mendengarkan sambil menyeduh -tea full cream-, minuman favoritku ketika pagi menyongsong. Ketika ku menikmati minuman yang juaranya setingkat lemon tea. Ya, -lemon tea- minuman dari bahan teh kesukaanku yang lainnya, dimana teh yang di tambahkan sari pati jeruk lemon, emmm... mantap. Ternyata teman lama ku ini membicarakan hal cukup serius yang berawal dari obrolan basa-basi kita di awal telpon tadi. 

Tuesday, December 13, 2011

Pulang Kota

Pagi buta itu, disaat semua tertidur lelap. Sesosok pria seperempat abad sudah melangkahkan kakinya menuju stasiun antar kota untuk tujuan yang hanya ia dan Tuhan tau. Selepas shalat Subuh ia sudah bersolek dan membopong tas ransel andalannya, berisikan; pakaian serta oleh-oleh yang sudah ia siapkan sejak kemarin sore saat pulang kerja. Ia menyundutkan sebatang kretek kesukaannya ke kriket miliknya sambil duduk di bangku calon penumpang yang sudah nampak reyot dengan warna biru pudar kusam. Ia menyasap batang demi batang kreteknya sambil berharap kereta antar kota yang hadir dua kali distasiun tempat ia menunggu datang dengan semua harapannya. Dua kali dalam sehari saja kedatangannya, kawan. -Sang Kereta harapan-; dengan jadwal pemberangkatan pagi dan sore hari; alias pagi buta pukul 05.00 WIB dan sore petang pukul 20.00 WIB. Hanya gerbong-gerbong tua setia itu yang sudi menampung kaum sudra sepertinya. Tragis memang.

Saking jarangnnya, enam bulan yang lalu pria ini memutuskan untuk hal yang sama. Selepas shalat Subuh ia sudah bersiap diri berdiri di stasiun menanti sang kereta harapan, namun karena oleh-oleh tertinggal di indekosnya maka ia pun kembali. Sesampainya di stasiun itu, ia telat 5 menit dan kereta harapan itu telah pergi meninggalkannya, yang terlihat hanyalah pintu belakang gerbong yang terbuka seolah-olah berkata, "selamat tinggal, bye-bye." lenyaplah sudah harapannya di pagi itu dan menunggu kembali sampai sore petang.

Tuesday, November 29, 2011

Lagi-Lagi Soal Cinte... : Dilema


Malam itu semuanya terasa hening dan terlihat nampak cerah-cerah saja, bahkan bintang nampak bergelayutan di langit malam saat ku berbaring di atas kasur ternyaman sedunia, pengklaiman sepihak dari ku. -Humairah- itu dia tempat yang ternyaman di sudut indekos kamarku; untuk saat-saat melepas lelah level sepuluh, mengerjakan tugas-tugas kuliah, berbincang dan menjamu kawan atau tamu yang berkunjung. Karena tak ada sofa seperti di ruangan tamu depan rumahku dikampung. Hanya humairah-lah yang empuknya seperti sofa diruangan 2,5 x 3 meter ini.  Selepas ba'da Isya, sepeti biasa aku berbaring sambil memegang mini pocket diary yang kumal dan sebatang pulpen hitam merk pilot yang tutupnya telah hilang sepekan yang lalu, ku coba gores-goreskan  semua imajinasi dan impianku untuk di catat sambil menengadahkan wajah ke langit malam.

“Nah beres.” lembar demi lembar telah penuh ku tuliskan untuk cerita di Ahad tadi. “Lumayanlah dapet segini.” komentar ku sambil membaca kembali tulisanku dalam hati. Tiba-tiba dikeheningan itu terdengar suara samar-samar dan timbul tenggelam, “Hihihi....... hihihi..... hihihi.....”. waduh... apa lagi nih, gumamku dengan bulu kuduk yang push up naik-turun. Rasa penasaran yang mendera dan rasa ingin tahu sudah meninju-niju didalam benakku. Inginku bangkitkan tubuh ini yang telah merebah dengan nyaman namun terasa sulit sekali untuk dilakukan, seperti tiba-tiba badan ini tertiban dua karung gabah kering atau lebih tepatnya tertiban –Eep- teman ku yang tambun itu, huft beratnya.

“Hop......” ku paksakan saja untuk menegakkan badan ini yang sebenarnya tak terlalu gemuk. Ku pancangkan telingaku untuk mencari sumber suara yang horor dan misterius itu. Setelah ku baik-baik mendengarkannya dan sudah dapat dipastikan sumbernya dari luar ruangan ini. “Cklek” ku intip dari balik gordeng jendela kamarku dengan rasa takut yang merongrong seruangan tempatku berdiri.

“Astagfirullah...” teriakku kaget setelah melihat sesosok hitam besar duduk di depan kursi teras  yang kondisinya remang-remang, maklum lampu lima watt-lah yang bercahaya kuning menggantung di luar sana. 

Saturday, November 26, 2011

SMS Dari Sahabat....

Kemarin aku mendapatkan HP-ku dalam keadaan bergetar dan musiknya terlantunkan dengan kencang. Rupanya aku mendapat sms kiriman sahabat lama dari jakarta, yang berisi seperti ini:

“Aku minta pd Allah swt setangkai bunga besar, dia beri aku kaktus besar berduri.
Aku minta pd Allah swt hewan mungil nan cantik, dia beri aku ulat berbulu.
Aku sempat sedih, kecewa dan protes betapa tdk adilnya ini.
Namun kemudian kaktus berbunga sangat indah sekali dan ulat pun berubah menjadi kupu2 yg cantik.
Itulah jln Allah swt, indah pda waktunya.
Allah tdk memberi  apa yg kita harapkan, tetapi dia memberi apa yg kita perlukan walau kadang SEDIH, KECEWA, dan TERLUKA.”

Jempol Yang Berkata....

Jempol melayang ke-udara dan terpantulkan satelit kembali masuk kelayar monitor CPU ku dan tersangkut distatus ku, sepertinya kali ini si jempol bertebaran dimana-mana dan eksis, gak cuman di dunia maya tapi juga di dunia nyata. Kalau kita makan pasti si jempol di gunakan, kalau lagi nulis si jempol menuntun jari yang lain didekapannya, kalau mau 'nyiuk' Nasi dari dandang si jempol mengomandoi para pengikutnya, dan bila si jempol teracungkan ke atas maka dia mewakili isi hati yang suka dan ramah.

"Jempol.... jempol emang jempolan", menandakan dia si juaranya. Kawan, menimba si jempol pun memainkan peranannya mengacungkan sang ember yang telah lelah menyingkuk air sebanyak-banyaknya dari dalam sumur. Orang bernyanyi ber-akapela SI JEMPOL yang tak di undang pun datang memeriahkan suara lantunan sang penyanyi dengan menjentikan pasukannya.

15 menit Yang Tersisa

Di 15 menit yang tersisa memaksa aku untuk mengatakan sesuatu yang terganjal dalam kerongkongan ku dan tak dapat ku eja dengan baik lewat lidah ku yang sebenarnya tak kelu. Apa benar ini yang namanya bimbang di sudut cemas penantian waktu yang tepat, gumam Komar dalam benaknya.

Saat itu di pematang sawah sunyi senyap ketika mentari sudah mulai tergelincir ke barat dan laju deras selokan irigasi menemani desir angin yang menebak kaki-kaki kurus Komar. wajah lusuh bertabur lumpur sawah sisa membajak dengan kerbau kesayangan -E'neng-. goresan kasar terpahat dengan sembarang di tangan komar yang letih.

. . . Hujan

"Krek..... Krek..... Bruk....." angin menebak pintu kamar kost-an ku yang terbuka kemudian tertutup dan kembali terbuka, kembang kempis daun pintu kamar kost-an ku. Maklum karena hujan baru akhir-akhir ini sering turun di Bandung setiap jam 03.00 Pm ke atas, tepatnya siang menjelang sore.--Bi Roro-- pembantu di kost-an sibuk mengangkat jemuran hasil karyanya tadi pagi buta. "Hujan............ hujan......." teriakan Bi Roro memberi tau penghuni kost yang memiliki  jemuran yang masih basah, sambil gesit mengambil satu persatu pakaian bersih yang keringnya setengah matang dan sebenarnya tak layak untuk di angkat sekarang. Namun apa daya Bi Roro bergegas dengan cekatan menyelamatkan hasil karyanya yang setengah kering itu dari serangan hujan besar, yang tak memberi aba-aba. Gerimis aja dulu kek, gumam Bi Roro.

"Oh, Iya Bi makasih..." terperanjat aku dari kekhusyukan ku membaca novel yang sebentar lagi mau khatam. Ternyata ketika ku tengok ke luar kamar, luar biasa keadaannya. Hujan besar meratakan semua teras didepan kamar, kuyup. Ku palingkan pandangan ke tiang-tiang jemuran, ku dapati kondisinya sudah kuyup semua pakain ku; celana katun, celana jeans, celana training, baju koko, baju kaos tim futsal kelas, kaos kaki andalan, sarung tangan kiper, jas hujan (plonco) yang di jemur bekas hujan kemarin pun kembali kehujanan, bahkan sepatu yang ku simpan di depan kamar dengan niatan bukan untuk di jemur pun basah. Padahal sudah biasa menyimpannya di depan kamar dan biasanya aman-aman saja, bila hujan tak terkena cipratan.

Wednesday, November 23, 2011

Lagi-Lagi Soal Cinte...

Malam Itu aku dapati sahabat ku –Eep- seorang diri di sudut teras indekosku. Ia menatap bintang seolah-olah layaknya si pungguk merindukan rembulan. Dia senderkan kepalanya pada tiang penyanggah yang sudah usang itu dan sebenarnya sang tiang sudah nampak menjerit ketika ia menambahkan beban tujuh puluh kilogram kepadanya. Yah, tujuh puluh kilogram berat badan Eep yang sedikit tambun karena nampak jelas bundaran buncit pada perutnya terlihat dari samping. Ku pandangi lagi sebatang kara ini, rupanya dia putar-putar poni rambut gelombangnya yang tak panjang sebenarnya. Setiap kali ia putar poninya maka gagal-lah ia membuat kuncir-kuncir yang menggambarkan dirinya sedang galau.


Ku beranikan diri untuk memecahkan kesunyian yang mendekapi dia dengan harapan mengetahui seberapa besar bongkahan masalah dalam benaknya yang sedang ia sibuk lamunkan.


“Sob, malem-malem enaknya sih emang liat bintang, tapi lebih enak lagi kalo sambil ngopi full cream dan ngombrol, gimana?” Ajakku mengalihkan perhatiannya.


“Eh Fit, iya ya bener juga.” Ucapnya menyetujui negosiasi ku.


“Ok deh, ane buatin. Tunggu bentaran yeh?”


“Ok, deh Fit.”


Selang lima menit selepas khatam aku membuat kopi full cream yang akan menemani obrolan kita berdua. “Nih Ep, kopi full cream bikin nyengirnya udah jadi.”


“Ah, bisa aja ente Fit.” Tembal Eep yang mulai menyunggingkan senyumnya. Kami pun tertawa bersama larut dalam suasana yang bersahabat ini.


***

Sang Legend si Gapura Kampung

Aku pindah kekampung itu dan kau sambut aku dengan ramah "Selamat Datang", aku pergi merantau pertama kali ke Bandung karena urusan pendidikan ke universitas, kau yang terakhir kali mengucapkan "Selamat Jalan", kau sambut truk punya -A Tolib- dengan keramahan dan kesabaran karena ruang kolongmu pas dengan badan truknya, kau sabar menemani yang sedang meronda karena pos ronda disamping kanan mu, kau menjadi saksi bisu atas kejadian; kecelakaan, iring-iringan pejabat yang melintas, iring-iringan orang yang berlari ria setiap Ahad pagi, obrolan anak muda yang nongkrong dipinggir jalan, dan Iring-iringan barisan gerak jalan 'napak tilas' setiap perayaan Milad Kabupaten tempo dulu di jalan raya depan.

Yah, itu dia GAPURA khas kampungku yang selalu menyambut para pendatang dengan ramah dan santun. Walau tak mewah seperti gapura Kabupaten di pintu masuk kota tapi kau tetap memberikan kesan penyambutan yang ramah. "Wilujeung Sumping" atau "Selamat Datang" kira-kira itulah tulisan yang terpangpang di atas gapura Kabupaten yang megah, tapi gapura kampungku tak sedetail itu dia mengungkapkan rasa ramah penyambutannya. Dia hanya terdiam tegak dan gagah lengkap dengan lambang kabupaten dan lambang provinsi JABAR namun tetap terkesan sederhana dengan atap kenteng-nya, begitu orang sunda menyebut genting.

Lamunan di Gelas-gelas

08.12 PM, Segelas plastik produk minuman teh melamun 3 jam yang lalu setelah ku habiskan perbendaharaannya.

Kemudian ada ahli sejarah di TV bercerita dengan fasih tentang masa lampau yang mungkin telah khatam ia baca buku sejarah Nasional di Perpustakaan Nasional, biar kita kenal dengan bangsa yang Nasional karena pengakuan bangsa-bangsa internasional.

Selama 2 jam sang ahli yang fasih akan sejarah berceramah dan aku terpanah bersama segelas plastik kosong 5 jam yang lalu di wajah TV..... []

 ***

Si gelas plastik minuman produk teh sudah tak setia lagi. Ia pergi bersama sang tokoh yang dikaguminya di Televisi.

 Namun apa yang terjadi tak di duga ada gelas kaca bermotif bola di depanku. Ia  mengulurkan tangannya, tanda ia ingin berkenalan. Layaknya seorang wartawan yang ku lihat di televisi sedang berkenalan lebih dalam dengan seorang tokoh yang akhir-akhir ini sering muncul wajahnya di media masa dan media cetak. katanya sih, tersandung kasus tapi entahlah.


Maka ku ladeni saja sang gelas bermotif bola itu yang semenjak tadi menunggu jabatan tangan ku. Dan ku sambut kekerabatannya dengan ucapan, "Salam kenal, kawan baru". []



(05.00 PM)

***

Andai Ku kutu Lom............. Pat..........

SEJAUH APAKAH LOMPATAN KITA KETIKA DI TEST OLEH GURU OLAH RAGA SD KITA? SO, BAGAIMANA KALAU LOMPATNYA DI KEJAR ANJING YANG SUPER GALAK DENGAN AIR LIURNYA YANG DERAS SEPERTI AIR MINERAL 20 ml TUMPAH DARI  BOTOL....?

Klo boleh usul, kayaknya kejadian diatas memang sangat terjepit banget situasi dan kondisi. Bisa jadi, kita semua pernah yang ngalamin kondisi seperti ini. Cuman yang jadi pertanyaannya kita mampu lompat dengan sukses gak? So, mari kita cari tahu.....

Untuk kejadian pertama : Sejauh apa lompatan kita ketika di test oleh guru olah raga SD kita?
  • Analisanya : Bisa di katakan biasa saja sih klo di targetkan hanya 5 m dengan ancan-ancang 10 m ....... waduh-waduh, ternyata hasil dan usaha gak balance kalau dikaitkan dengan Ilmu Ekonomi. sehingga bisa dikategorikan memang sampai target tapi sebenarnya gak maksimal hasilnya. yah, klo dikaitkan kembali ke Ilmu Ekonomi. yah, minimal Usaha dengan Hasil adalah  (50:50) ini tidak rugi dan tidak untung, atau (60:40) nah, ini baru untung atau bisa di bilang sukses sebagai pelompat ulung. Sehingga dasar yang memotivasi atau penyemangat lebih tepatnya dalam hal untuk menggerakan bobot Body kita untuk melompat saat di  test PenJasKEs adalah nilai yang baik di Rapot untuk mata pelajaran PenJasKes (Hore senangnya, yipi) dan ekspresi wajah guru yang agak kurang menyenangkan dilihat bila kita gagal (mungkin sangkaan kita aja kali yah).

# FB

FB alias Facebook

Dulu mengenal sarana perkawanan ini tahun 2008-an itu juga karena sering ngobrol bareng sama temen-temen kampus. kekakuan mengetik menggelitik rasa ingin tau trik khusus jago berkomunikasi via FB layaknya Dasus 88 mencari para pengantin boom Bali *begitu kebanyakan diluaran sana menyebut para pelaku yang sebenarnya korban paham pemikiran.
Walaupun saat itu baru paham setelah belajar secara mandiri (Mandi Sendiri), itupun baru bisa:
  1. me-link-kan Note serta teman sejawatnya,
  2.  ngobrol via menu obrolan kalau di bahasa Indonesiakan, yang Chat menurut bahasa inggris, klo di Francis disebut discussion instantanee,
  3. update status *berharap dapat jempol dan komen paling banyak biar keliatan orang paling gaul sedunia, 
  4.  dan meng-upload photo, "terus di-tag-in" begitu salah satu temanku menyambar meminta kalau untuk hal yang satu ini, Photo harus di-tag ke dia kalau-kalau ada photo-photonya yang narsis.

Begitulah FB kadang nasibnya menampung cacian seseorang, sanjungan seseorang, nasihat seseorang, dan Curhatnya orang-orang sedunia bukan lagi sekampung, Sob. Mungkin itu sudah bisa mewakili apa-apa yang diterima FB. Banyak hal yang menarik dari FB salah satunya bisa menyambung Silaturahim yang lama tak terjalin karena jarak alias pisah sudah lama. Salah satu korban silaturahim di FB, yah saya ini. semenjak ada sarana ini saya bisa ketemu sama temen-temen masa kecil dulu yang saat itu tak paham apa itu reformasi, retribusi, subsidi, bahkan sampai apa maksudnya peribahasa "tikus berdasi", dan apa itu bedanya Politisi dengan Polisi?

H (-3)

"Tak terasa 3 hari lagi sudah harus pulang" begitu salah satu teman bertutur soal isi perasaannya menjelang pengkhataman tugas kita sebagai para mahasiswa yang sedang KKN di salah satu desa terpencil yang namanya tidak saya sebut, tepatnya di Kabupaten Subang. hm, iya yahh....  sahut aku meng-iyakan *sambil mengangguk tapi tak mengantuk apalagi batuk-batuk hanya mengangguk tanda perdamaian sambil  kepala ku digaruk pelan, suwer.

Saat nikmatnya menggaruk terkenang 37 hari yang lampau awal dimana saya dan teman-teman masih belum saling kenal, saking tak kenalnya tak paham kalau desa yang kita duduki itu nama sebenarnya adalah Sadawarna bukan Sadawaras *eh, keceplosan..... Begitulah administratif di negeri ini, masih banyak yang salah "namanya juga manusia tempat benar dan sering salah" begitulah nasihat klasik yang beredar sampai saat ini.

Ada satu kejadian yang kocak abis, saat itu kita sedang istirahat dan tak ada kegiatan program yang biasanya harus dikerjakan sesuai dengan arahan Ibu kordes kita *Hahaha, kordes artinya kordinator desa padahal ketua kelompok. saat duduk-duduk ngaso saya main tebak-tebakan sama salah satu teman, sebut saja teman saya ini namanya Wan. *Begini nih klo nggak ada kerjaan.

saya: Wan main "lawan Kataaaa" nyok?

Wan: ayo

Per-Empatan Jalan....???

Malam Itu ku susuri butanya jalan. Penerangan yang agak remang menjadi obat penunjuk arah. Ini pertama kali menginjakkan kakiku di Ibukota Periyangan. Jl. Padjadjaran begitu nama yang tertuliskan diplang depan jalan. Ku baca pelan-pelan selepas turun dari angkot berwarna orange, putih, dan hijau itu, "Pa-dja-dja-ran" itu dia namanya.

                                                                             ****
Supir : A, punten teu tiasa ka Dago.
           Dugi ka dieu weh nyak? soal na tos wengi.
Saya : Oh, mangga Mang.
            Teu sawios Mang, Hatur nuhun.

*Terjemahan
Supir : A, maaf nggak bisa ke Dago.
           Sampai sini aja yah? soalnya sudah malam.
Saya : Oh, iya  Mang.
           Gak apa-apa mang, terimakasih.

Lantas ku bayar saja ongkos pemberangkatan dari terminal sampai ketempat aku di berhentikan. 11.55 Pm jarum jam menjerit di arloji yang ku pasang ditangan kiri.

                                                                              ****

Kota Pensiun

"Tanggerang-tanggerang, tanggerang-tanggerang........", "Cikarang-cikarang, Cikarang...........", bersahutan para kondektur menjajakkan jasa angkut bus-nya masing-masing. Otakku bekerja dengan cepat menilai situasi ini, Kiranya siapa yang berangkat bus-nya terlebih dahulu itulah sang pemenang kontes adu vokal trayek jurusan Bus antar kota ini.

Tak diduga terpatahkan sudah semua penilaianku tadi, selepas bus dihadapanku berangkat dengan berjalan sangat ringan; bukan karena kuota kursi sudah penuh sesak, melainkan si kondektur tak pandai mengalunkan vokalnya. Terpaksa sang supir mengambil inisiatif menjauhi persaingan dan merapat ke bibir pintu tol dengan harapan banyak calon penumpang yang menunggu disana. Pengertian sekali Sang supir terhadap rekan kerjanya ini, salut ku. Selidik punya selidik yang tak jelas sumbernya dari mana, sudah tiga jam sang kondektur berjajal adu vokalnya untuk menarik masa namun tak berhasil memenuhi kursi kosong yang tersedia. *malangnya-malangnya.

Siang itu terik sinar mentari amat panas dan kondisi terminal Leuwi Panjang ramai; masih  sama dengan hari-hari biasanya, namun kali ini ramai tak terkendali situasinya. "Dimaklum atuh da sapuluh hari deui pan lebaran, Pak", begitulah salah satu petugas terminal menjelaskan kepada seorang pria tua bertujuan Jakarta yang tepat duduk disebelah kananku dikursi tunggu. Ia nampak menunggu dengan memasang wajah cemas di usia 50 tahunannya. Kiranya apakah ada bus yang sudi mengantar diriku? pikirku menduga jalan pikirannya.

Membuka pembicaraan dengannya adalah penawar racun dugaan-dugaan yang tak berargumentasi dalam benak ku.

Saya     : Pak mau kemana? *pertanyaan yang amat basa-basi, toh petugas terminal sudah
                menanyakan sebelumnya.

Pak Tua : Oh, saya mau ke Jakarta.
                Ade sendiri mau kemana?

Saya     :  Saya mau ke Purwakarta, Pak.

Pak Tua :  Oh, Purwakarta ya. Kalau itu kelewat dong sama saya. * :)

Saya     : Iya, Pak. * :)

Pak Tua : Di Bandung kuliah atau kerja, De?

Saya     : Saya kuliah, Pak.

Pak Tua : Oh, kuliah. Anak bapak juga ada yang masih kuliah kok tapi perempuan.

Apa maksudnya membahas anak perempuannya yang masih kuliah? pikirku kritis. Dan Ia pun meneruskan perbincangan.

Omet dan Cintanya

Melankolis cinta; saat ini rasa-rasanya hati ini sulit memungkirinya. Apa mau di kata aku terjerembap dalam lumpur ini, kawan. Kiranya maukah kau selamatkan aku dari kubangan ini, kawan?" begitulah kebanyakan cerita di telenovela atau sinetron jaman sekarang, selalu saja tragis kejadiannya kalau-kalau membahas cinta. Penonton menangis dan sutradara terbahak lebar. Semakin penonton menangis histeris, semakin terpingkal-pingkal-lah para sutradaranya.

"Aduh, Cha gue gak kuat dah klo udah nonton pilem yang kayak gini-nih." komentar teman kampungku penggemar film-film semacam ini, sebut saja dia Omet. Dan apa yang terjadi dengan dia, dialah 'Play Boy cap bawang' yang kekasihnya dimana-mana, namun itu semua pengakuan hanya sebelah pihak saja. Pada intinya dialah 'si pengagum wanita dengan ratusan penolakan cinta' alias 'Si bujang menderita cinta'.

Sunday, September 4, 2011

Damri Ekonomis Feat Miris

Sobat pembaca yang budiman (Berbudi dan Beriman). Semoga berkenan dengan corat-coretannya. Tahukah apa itu angkutan umum yang paling murah di Bandung Raya? Yap, mungkin setuju kali yah semua klo jawabannya adalah "Damri (Djawatan angkoetan Motor Repoeblik Indonesia)" yipi..... bener-bener, tapi kalau versi saya damri itu "Dambaan dan Ramai nian". Kalau definisi sobat apa yah? sok, mangga definisikan masing-masing. Eh, kok jadi malah nanya angkutan umum termurah ya? gak apa-apa deh yang penting happy.

Sobat Budiman (Berbudi dan Beriman) ternyata usut punya usut "Damri" di Bandung tuh punya sejarah yang gak disangka-sangka salah satunya adalah markas atau kantor dari yang kepanjangannya Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia ternyata jaman baheula na teh di BIP. oke cukup tau kita-kita aja yah.

Sob, nama Damri dengan kepanjangan Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia ini ternyata sudah berumur loh. ini dia punya nama sudah ada sejak 25 November 1946. Yah, hampir sama dengan umur bangsa ini. Luar biasa melayani kebutuhan Masyarakat dari segi transport-nya dah gak usah di ragukan lagi, apa lagi kalau dah nyerempet soal ongkosnya murah abis dah. Dulu pertama kali saya ke BDG klo kata anak gaul jaman sekarang mah *Bdg teh Bandung, itu ongkos damri leuwipanjang-Dipatiukur kalau gak salah Rp. 1.200,- tahun 2005 dan sudah bisa sekali trayek ngikut kemana supir nyetir. (klo salah mohon dikoreksi)

Saturday, September 3, 2011

Takbiran versi Setan

Ku tahu malam ini, 'malam takbiran' itu kata kebanyakan orang di luar sana. Meriahnya malam ini, hal yang di tunggu mereka yang menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Arak-arakkan semakin marak di jalanan kota membuat betah sepasang bola mata memandangnya. Beduk-beduk Mushola raib dari tempatnya semalam untuk lengkapi teriakan arak-arakan pemuda kampung, kabarkan berita kemenangan esok. Hei, petasan pun hadir mewarnai langit jalanan. Semakin happy saja aku memandangnya. Ayo terus bakar semua petasan mu kawan! Aku semakin senang dengan warna-warni langit malam ini.

Tapi entah mengapa di mushola-mushola kampung masih saja terdengar takbir, tahmid, dan tahlil yang agak samar dan terbata-bata. Sepertinya suara itu berasal dari mereka yang sudah usia manula. Tak apa-apalah yang penting aku menikmati dalam euforia yang memabukkan ini. Puasaku sebulan penuh berbuah manis di akhir bulan ini dan nampaknya bobot badan ku akan bertambah kembali dalam hitungan satu jam kedepan. Walau nama Tuhan ku di sebut-sebut di mushola-mushola itu, tapi aku tak terlalu terusik kawan. Ayo, kita lanjutkan lagi kesenangan yang tak bisa ditunda ini. Tandukku yang layu sekarang kuat memancang, begitulah kau mendeskripsikan ku, kawan.

Sebelas bulan ke depan, aku harus dapat menambah armada ku, biar semakin banyak kawan kelak ketika aku mudik nanti. Esok aku akan bebas menggoda engkau lagi kawan. "Selamat Idul fitri dan Hari kebebasan ku.", "Hehehehe", tawa Setan terkekeh-kekeh sambil membakar petasan ke arah speaker mushola. "Duuaaaaaaar.....ngiiiiiiiiing." []

Lanjut ke sini