Thursday, November 22, 2012

Pentak Umpet masih Eksis gak yah?

Masih ingat dengan kata-kata ini, "Hompimpa alaium gambreng"? Sebuah kalimat yang sampai saat ini saya tak tahu apa itu artinya (udah tahu, deng artinya. Tadi nge-googling yang artinya, “Dari Tuhan Kembali Ke Tuhan, Mari Kita Bermain !!!”). Namun begitu sakral untuk dinyanyikan apabila memulai sebuah permainan tradisional yang salah satunya adalah -Pentak Umpet-. Ya, Pentak Umpet merupakan permainan yang cukup mengasyikkan ketika saya kecil dulu. Permainan ini begitu membuat saya dan teman-teman begitu menikmati masa kecil kami. Permainan yang juga biasa di sebut dengan -Ucing Sumput- di tataran Sunda ini juga begitu di gandrungi seantero nusantara pada jamannya. 

Ok, saya coba mendeskripsikan aturan main dari permainan ini terkhusus untuk anak-anak di jaman yang serba digital ini. Yang pertama ada istilah "Kucing". "Kucing" ini adalah anak yang berjaga di sebuah tembok atau pohon dan biasanya di sebut Inglo untuk di daerah Jakarta dan sekitarnya dan ada juga daerah lain yang menyebutnya dengan Hong dan Bon. Ok balik lagi ke si "Kucing" atau anak yang jaga, awalnya bertugas untuk memejamkan mata sambil berhitung 1 sampai 10, tujuannya untuk meng-ikhlas-kan teman-temannya untuk berlari dan bersembunyi. Ya, biasanya sih kurang ikhlas juga karena sang "Kucing" sering kali menghitungnya dengan cepat hingga teman yang lain tak sempat untuk mencari tempat persembunyiannya.

Tuesday, November 13, 2012

Undangan Nikah Seorang Kawan di Kota Angin

Langit pagi saat ini begitu jernih kawan. Ku edarkan pandangan mata ini ke langit, tak ada segumpal pun awan yang berarak. Sesekali ku hirup udara pagi yang begitu bersih di halaman depan indekos sambil merenggangkan tangan dan pinggang yang berusia se-perempat abad ini. Ku dapati beberapa kawan begitu sibuk di pagi ini. Yasir, begitu subuh sekali merelakkan tubuhnya tersentuh air demi sebuah undangan kawan kami. Padahal aku tahu dia begitu menggigil karena ulah udara subuh Bandung yang berkolaborasi dengan air PDAM-nya. Uci sibuk mengayuh pedal mesin sepeda motor bebek biru langsatnya untuk mengantar Yasir mengambil mobil sewa-an kami dengan alih-alih ingin memanaskan jantung sang sepeda yang konon bermesin itu, sambil menunggu Yasir menyudahi pertempurannya di kamar mandi pagi ini.

Husna sang ketua rombongan begitu sibuk dengan batik yang ingin dipakainya siang nanti (menggosok-gosok setrika-an yang panasnya pol banget) hingga kusut hilang dari area batik kebesarannya (besar ukurannya). Ia pun tidak lupa menyiapkan kopiah dan kaca mata berkaca ungu nyentrik. Berbeda cerita dengan Zae, temen ku yang satu ini sedang mengumpulkan kesadarannya pasca shalat subuh berjama'ah tadi, ia langsung menuntaskan jatah tidurnya yang terpotong karena obrolan kami semalam (maklum lama gak jumpa). Matanya terlihat masih sulit untuk di buka dan ia berucap, "Bangunin Ane 10 menit lagi yeh!"

Satria temanku asal Tanggerang ini tak terlihat begitu sibuk, yang ku lihat dia sedikit kesakitan dengan perutnya yang ia bilang, "Radang ane kambuh euy." sambil meringkih kesakitan ia mengusap-usap perutnya sejak semalam. Tapi ia begitu berniat datang. Buktinya ia datang lebih awal ke Bandung di antara kawan lain yang di luar kota. Tapi al-hasil perutnya dapat berkompromi dengan niatnya, hingga ia bersiap-siap mempersiapkan baju kemeja kotak-kotaknya yang lebih dominan biru warnanya selaras dengan celana jins-nya. Dan yang terakhir Asep Supriyadi kawan yang usianya lebih muda diantara kami ini, masih terpejam dengan nyaman dikasur empuknya mengikuti jejak Zae yang terlelap.

***

Satu jam kemudian, Aku sendiri masih menunggu jatah ke kamar mandi yang hanya satu buah di bangunan 10x5 meter ini. Tapi kalau untuk urusan kesiapan pakaian yang akan dikenakan sudah pasti telah siap, kamera poket untuk dokumentasi perjalanan sudah tersiapkan dengan apik di tas gendong kecil, dan tripot ukuran 150 cm telah siap untuk di angkut. Namun rupanya antrian ku setelah Asep. Ya Asep teman ku yang sudah hampir satu jam beraktivitas diruangan yang satu buah itu. Ternyata masih ada dua kawan dibelakang ku; Zae dan Husna masih mengantri.

Tanpa sengaja ku lirik Masjid yang tepat berada di depan indekos kami. Tanpa pikir panjang ku ambil peralatan mandi dan handuk, melesat kesana.