Sunday, March 4, 2018

# 92

Angka 92, ya 92. Ini kali pertama saya menulis di blog sekian lama taktersentuh. Ya, blog yang usianya sudah menginjak 7 tahun. Usia yang cukup untuk belajar dibangku SD kelas 2. Baca, tulis, hitung, menggambar, dan membuat kerajian itu sudah menjadi skills yang dimiliki. Memang takmudah bila kita sebagai pembicara disaat usia masih menginjak usia itu (7 tahun). Tapi jika kita cermati pada anak usia itu, unik. Musuhan takperlu lama-lama. Ya, karena nasihat guru ngaji yang mujarap, "Kalau berantem jangan lama-lama. Allah kasih waktu untuk berdamai selama 3 hari. Ape lagi sesama muslim gak boleh itu." kira-kira itu yang masih diingat nasihatnya.

92, ya tahun 1992, dimana saya kala itu masih berusia 7 tahun. Sekali lagi ini takada kebetulan. Saya mengenang masa itu yang begitu berwarna. Tumbuh dan berkembang di jalan gang yang bernama Maengket 1, gang yang begitu bersahaja. Saat itu Bapak setahun sudah tidak menjabat sebagai ketua RT kala itu. Ya, karena Bapak tahu masih ada warga yang lebih pantas darinya. Memang, Bapak yang paling hebat sedunia. Pada tahun itu Bapak sedang jatuh sakit, hingga perlu penanganan khusus ke rumah sakit. Kami. Ya, kami; saya dan ketiga orang kakak harus menelan 'pil pahit', jauh dari orang tua selama beberapa bulan.

Kami memiliki jadwal yang biasanya sepekan sekali diajak Bapak dan Mama pergi jalan-jalan kisaran Depok. Saat itu kami tetap lakukan, hanya saja berubah agenda menjadi menjenguk Bapak. Sungguh hati yang masih kecil saat itu begitu terenyuh melihat selang-selang semacam mengakar di tubuh Bapak. Denyitan mesin rumah sakit semakin membawa hanyut ke kesan yang horor. Hanya harapan yang saya panjatkan saat itu walau sederhana, "Ya, Allah sehatkan Bapak."

Allah punya jawaban manis. Ya, Bapak sempat dipulangkan dari rumah sakit, karena dapat berobat jalan. Sungguh kami yang di rumah begitu senang menyambut kedatangannya kala itu. Saya mencoba berdo'a saat Bapak sempat taksadarkan diri karena sakit yang diidapnya. Bapak sering meracau sambil mata terpejam, dan sering kesakitan jika penyakitnya berulah ditubuhnya. Saya sempat mempraktekan do'a dzikir yang diajarkan guru agama di kelas saat itu. Saya terus berdzikir dan diselangi do'a didekat bapak yang sedang menahan sakitnya. Selang beberapa saat saya selesai dzikir, alhamdulillah, Bapak kembali sadar dan normal. Hingga saat ini kenangan itu masih tersimpan dengan baik.

Allah Maha Baik dengan segala rencanya kepada hamba-hamba-Nya. Hingga saya tulis cerita ini dengan judul #92, karena cerita ini penting dalam hidup saya. Terimakasih sudah menyimak.