Hari MOS pun berlanjut menjadi sebuah kisah yang sudah sepantasnya siswa baru melaluinya disebuah sekolah baru. Kenyataan ini kami telan dengan berbekal segala peralatan dan persyaratan yang membuat kami terlihat seperti orang-orangan sawah. Coba lihat saja penampilan kami ini, sepatu kets bertali rapia dengan warna yang berbeda alias beda toko, merah dan kuning. Name Tag bertengger di leher kami yang terbuat dari karton warna merah putih dan tali kur, serta tersemat dengan apik foto masing-masing. Terselempang tas terbuat dari kantung keresek dan tali rapia merah menyilang di tubuh kami. Ini belum seberapa. Lihatlah tali-tali pita kuncir yang menggantung berbeda warna di rambut teman-teman perempuan kami. Kalau boleh saya umpamakan ini seperti tanaman hias yang sering ibu-ibu PKK buat di Balai Desa.
Pagi itu saya merasa seperti badut yang siap pentas. Bayangkan setiap pasang bola mata dari dalam sampai depan gang tertuju pada -kami- saya dan Ivan teman sekampung yang bersekolah sama, karena penampilan kami tak lazim. Wajah kami nampak merah padam dan itu bukan mek'up. Itu merupakan rasa malu kami yang telah mendidih sampai ubun-ubun dan sudah tidak dapat dibendung. Sungguh konyol penampilan saya saat ini.