Tuesday, March 12, 2013

Kelas 3A Dan Piagam Penghargaan

Saat itu Acil yang mulai menginjak ABG menyusuri jalur selokkan yang sudah lama mengering dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Jalan raya seadanya alias aspalan yang sudah memborok lubang kronis ia jalani dengan riang. Sesekali suara khas sungai yang mulai mengering mengiringi perjalanannya dari sebelah kiri sudut matanya sana. Bahkan burung -kapinis- sebutan orang lokal untuk burung yang masih sanak famili dengan walet ini, meliuk-liuk pagi buta di udara.

Acil pagi itu begitu memburu kepagian. Langkahnya yang riang namun lebar-lebar membuat tukang bubur ayam kalah cepat bersama gerobaknya. Tas slempang yang ia kenakkan terjedut-jedut di belakang langkahnya. Sisiran rambutnya masih tetap menyamping kanan klimis mengandung minyak rambut urang-aring pemberian sang Emak. Matanya terus saja tertuju pada jalur selokkan yang tak bersari pati itu kecuali kalau sedang hujan. 

Pemuda ABG ini masih terus menjaga nafas dan langkahnya yang panjang itu. Pakaian seragam putih dan bercelana biru pendek yang kalau kebanyakkan temannya bilang, "Celana Sontog Akherat". Ya, penjulukkan ini karena panjang celana tak melebihi lutut kakinya. Sebab celana yang sedang musim atau bisa dikatakan sedang trend-nya saat itu, celana yang panjangnya melewati lutut para siswa putra. Tapi trend itu tak berpengaruh bagi sosok pemuda ABG bungsu ini, Acil.

Sesampai digedung kampus sekolah menengah pertamanya yang bercatkan selaras dengan warna seragamnya, ia bergegas memasuki ruangan kelas yang bertuliskan "3 A" di plang depan pintunya. Ia taruh tas slempang dan topi upacaranya disorog kolong meja duduknya. Lantas ia pandangi seksama cat ruangan kelasnya yang sudah berganti warna biru langit hasil kerja bakti teman sekelas, Ahad kemarin. Pot-pot bunga berjajar dengan rapih di kusen-kusen jendela, foto-foto pejuang terpampang dengan apik didinding-dinding kelas, dan tentunya meja guru yang telah terbalut oleh taplak bermotif kembang merah menyala tepat didepan meja duduknya.

"Semoga jadi juaralah!" gumamnya dalam hening. 

***
"Dan gimana?" tanya Acil penasaran.
"Ya, kita lihat aja nanti." sahut Wildan dengan santai.
Sebulan penuh tim panitia terus melakukan penilaian secara diam-diam. Tak ada yang tahu, bahkan pihak guru pun tak pernah tahu persis kapan penilaian itu terjadi. "Kami ini memang intel gadungan, cuman kualitas wahid." tegas Wildan selaku ketua panitia.

Acil dan rekan-rekan sekelas bahkan yang berbeda kelas pun sering kali di kibuli oleh kelakuan tim panitia. Selalu saja ada kejutan. Pernah suatu kali salah satu tim panitia yang berpura-pura meminjam penghapus papan tulis di waktu istirahat demi memenuhi tugasnya. "Sebenarnya pinjam meminjam penghapus papan tulis itu sudah menjadi hal yang biasa pada jam pelajaran di sekolah kami." ujar Acil dan kemudian ia melanjutkan pembicaraannya, "Karena penghapus papan tulis menjadi barang langka di sekolah kami, alias sering hilang."

Pepatah lama yang bunyinya, "Sepandai-pandai tupai melompat pasti juga ia akan jatuh." itu berlaku bagi tim panitia. Hal ke pergok saat sedang menilai menjadi hal yang sering juga terjadi. Alhasil sering di olok dan di ancam juga panitia oleh seisi kelas agar kelas ini yang menang. Begitulah suka dukanya tim panitia yang fenomenal dan patut di apresiasi sebagai 'intel gadungan nomor satu'. 

***
Kelas pun sudah mulai riuh ramai. Teman sekelas begitu gaduh di awal Senin ini. Bukan karena upacaranya sebab itu sudah biasa, bukan pula karena wali kelas mau pindah ngajar ke sekolah lain, apalagi adanya salah satu dari kami yang pindah sekolah keluar kota. Ini karena hari spesial. Ya, hari yang di tunggu-tunggu oleh seantero warga sekolah putih biru ini. Hari dimana kepala sekolah akan mengumumkan sesuatu yang prestisi. Nampak terlihat dari sela-sela barisan terjajar dengan rapih seperangkat alat pembersih kelas yang super lengkap di depan dekat panggung pembina upacara. Walau hanya terdiri dari; sapu ijuk, sapu lidi, kain pel bergagang, serokkan, kemoceng dan satu buah benda yang langka disekolah ini, penghapus papan tulis kapur. 'Super lengkap' menurut Acil dan teman-teman sekelasnya ini karena hadiah yang di sebut paling akhir oleh kepala sekolah, ialah penghapus papan tulis.

Usai upacara kepala sekolah pun kembali menaiki panggung itu dan mengangkat mic kembali, "Anak-anak ku yang ku cintai. Kini Saatnya Bapak untuk mengumumkan hasil kerja Wildan dan kawan-kawan selama sebulan ini selaku panitia perlombaan kebersihan kelas. Sebelumnya Bapak ucapkan terimakasih kepada Wildan dan kawan-kawan yang telah berhasil melaksanakan tugasnya selama sebulan ini. Baiklah tanpa panjang lebar akan Bapak umumkan untuk juara tiga kebersihan kelas jatuh kepada kelas....."

Beberapa detik semua terkesima dan tertuju pada bibir kepala sekolah. "Tiga eeeeeeeeeffffffffffff. Ya, Tiga F." kepala sekolah dengan lantang. Kemudian hadiah diserahkan oleh guru BP dan di terima oleh perwakilan kelas 3 F, Wildan selaku ketua kelas.

"Baiklah selanjutnya Bapak akan mengumumkan untuk juara dua. Sudah siap?"
"Siap Pakkkkkkk." koor kami peserta didik.
"Baiklah. Kali ini jatuh kepada kelas Dua C." ujar Kepala Sekolah dengan semangat di susul riuh peserta upacara. Sama seperti yang sudah-sudah, perwakilan kelas maju kedepan menerima hadiah yang diserahkan oleh Bapak Wakil Kepala Sekolah.

"Ehm." deham Kepala Sekolah nampak berwibawa mengalihkan perhatian kembali. "Baiklah, inilah yang puncaknya. Kita akan mengetahui kelas siapa yang akan menjadi kelas terbersih disekolah ini selama tahun ajaran sekarang." hening sejenak. "Kira-kira kelas siapa?" pancing Kepala Sekolah seperti pembaca nominasi award di televisi.

Sontak semua peserta terpancing," Tiga A, Pak." ada yang bilang lain, "Bukan Pak Tiga C." "Bukan-bukan Tiga D, Pak."

Alhasil semua peserta saling mengklaim bahwa kelas merekalah yang menang dan paling besih. Kepala Sekolah begitu menikmati suasana bahagia ini, ia biarkan suasana semakin ramai. 

"Baiklah-baiklah, tenang anak-anak. tenang." serunya. "Baiklah Bapak akan mengumumkan kelas terbersih yang menjadi juara pertama pada tahun ini jatuh pada Tiiiiiiii gaaaaaa." Kontan kelas dua dan kelas satu tidak ada harapan. "Tiiiii gaaaaaaa  Tiiiii gaaaaaaa Tiiiii gaaaaaaa Tiiiii gaaaaaaa Aaaaaaaaaaaaaa." teriaknya dengan semangat. "Bapak ucapkan, selamat bagi Tiga A yang memenangkan perlombaan ini."

"Cil, maju sana." seru Rizal teman sebangku Acil yang tiada lain Wakil Ketua Kelas.

Dengan mata penuh berbinar seperti pagi buta tadi Acil maju dengan bangga. Acil pun menerima hadiah dari Kepala Sekolah seperangkat alat kebersihan yang disimbolikkan dengan penyerahan piagam penghargaan dan sebuah penghapus papan tulis, kemudian Acil mencium punggung tangan Kepala Sekolah disusul berjabat tangan. Sinar cahaya kamera puter pun menghiasi kemenangan kelas Acil yang terpantulkan oleh rambut klimisnya. 

Dan saat itu pula mereka pampang sertifikat yang telah berfigura itu didinding dekat pintu kelas yang bertuliskan '3.A'.[]


>>> Tulisan ini saya dedikasikan kepada teman-teman SMP saya. Terimakasih kisah kita begitu menarik, sahabat. :) <<<
Categories:

0 Opini Pembaca:

Post a Comment

Komentar dan Opini Anda sangat membangun dalam pengembangan blog ini. Terimakasih atas partisipasinya.