Saturday, May 26, 2012

GEROBAK GORENGAN DAN WAJAH TUANYA...


Depan ujung jalan bergapura itu begitu bersih, sebuah gerobak gorengan bertengger di samping gapura menghadap jalan raya didepannya. Entah mengapa sepeda motor bebek yang saya tunggangi ini tiba-tiba mau merapat kebahu badan jalan dekat gapura dan gerobak.

"Bu, punten gorengan na nyuhun keun tilu rebu eun." pesan saya.

"Mangga, A." jawab sang pedagang dengan senyumnya.

Kursi jongko dekat gerobak menjadi tempat saya menikmati gorengan hangat di pagi dingin itu.  Perjalanan pulang dari kota Bandung ke kota asal terhenti di gang itu. Kepulan asap gorengan begitu bergelora di tangan seperti siap untuk mengganjal saya punya perut di sarapan pagi saat itu. 


Lagi lahap-lahapnya saya memakan cemilan itu, ada sesuatu yang membuat saya harus melihatnya dari sudut kanan pandangan mata saya. Dari ujung dalam, sedikit demi sedikit mendekat ke keberadaan saya, terlihat seorang tua yang berumur sekitar 70-an tahun menyisir jengkal demi jengkal gang itu. Terguling-guling itu; botol bekas minuman soda, kertas bungkusan, plastik makanan ringan, dedaunan kering, dan gelas plastik minuman kosong ia giring menuju pengki yang di jingjingnya. 7 meter sekali, itu sampah ia masukan di tong sampah yang tersusun rapih dua buah di pinggiran bahu jalan gang. 

Nampak begitu perlahan ia sapu sepanjang jalan gang itu, berbekal seikat sapu lidi pendek dan satu pengki. Terbungkuk-bungkuk ia selesaikan amal baiknya, walau pinggangnya sudah tak sekokoh 40 tahun yang lalu. 

Sarapan pagi saya saat itu begitu sepesial, karena seperti mendapat kuliah umum di sebuah universitas. Setelah Sang nenek menyelesaikan misi baiknya saya mencoba untuk mendekatinya.

“Emak, nyalira sasapu na?” tanyaku sambil menawarkan sedikit cemilan yang ada di tangan.

“Muhun, Jang.”

Yang membuat saya kagum akan sosok di depan saya ini, dia kerjakan dengan suka rela. Luar biasa. Rupanya ia hidup sebatang kara karena anak semata wayang dan sang suami telah lama wafat saat ia berumur 30 tahun, karena kecelakaan mobil. Ini membuat saya harus memetik ilmu dari dosen yang satu ini. Ia bersihkan satu gang yang kondisinya menanjak sekitar 45 derajat sebagai amal sedekahnya dengan antusias. “Emak mah itung-itung olahraga.” Terangnya sambil mengunyah pisang goreng. 

Ia hidup dari upah menunggu gerobak gorengan bila ibu pedagang gorengan belanja ke pasar. 

Biarlah Alloh SWT yang menghitung amal baiknya dari setiap langkah dan mata yang menikmati kenyamanan dari gang yang ia bersihkan setiap Ba’da Subuh itu.[]

Picture from google

Categories:

0 Opini Pembaca:

Post a Comment

Komentar dan Opini Anda sangat membangun dalam pengembangan blog ini. Terimakasih atas partisipasinya.