Tuesday, August 20, 2013

Di Meja Cafe....


Meja, aku dan kamu. Sempat kau berpangku tangan diatas meja itu. Segelas es teh manis pesananmu tersisa utuh setengah. Kita telah habiskan waktu berbincang tak tentu arah. Jika kau melihat jalanan di depan sana, seperti itu pembicaraan kita. Ramai, berliku, dan macet merayap. Tapi gerak matamu datar. Hanya sesekali aku lihat dia lincah. Apa engaku malu? Ataukah risih dengan mataku?

Hei, lihatlah meja bundar dihadapan kita. Apa pantas pertemuan kita ini seperti perundingan antar negara yang bertikai? Tapi lengkungan senyummu menjawab itu bukan kita. Ya, ini pertemuan ramah-tamah yang kau pinta lewat sms kemarin. Aku kini sebagai tamu-mu. Kita duduk berdua di sudut dekat jendela yang menghadap jalan di cafe ini. Belum sempat aku menikmati segelas minuman kesukaanku yang berembun dingin, manis dan kecut itu. Disudut lain kau begitu nikmat menyelesaikan tegukkan cairan kecoklatan emas milikmu dengan diselingi senyuman usil menyindirku. "lemon teh, ya mba satu!" itu bahan ejekkanmu berkat logat Sunda yang menempel di lidahku selepas memesan tadi.

Namun kau begitu cerdas berakting. Matamu datar, hebusan nafasmu datar, dan bahumu pun terlihat datar. Hanya saja keluman bibir merona itu tak pandai menipuku. Walau terkadang pikirku soal hubungan pertemanan kita ini terbilang langka dan aneh. Setahuku orang lain tak seperti ini. Mereka wajar apa adanya, layaknya pertemanan sosial manusia. Kita berbeda. 

Sepanjang awal perkenalan, hingga kini kita duduk bersama dalam satu meja, kau tetap mengkritik habis tingkah dan ucapku. Walau aku pun melakukan hal yang sama dengan diakhiri ketidak berdayaanku. Lalu kita berdua diam. Kau kembali membuang pandangan datar itu sesukamu. Aku hanya bisa bertanya diam-diam dalam hati, kenapa selalu begini?[]


Categories:

0 Opini Pembaca:

Post a Comment

Komentar dan Opini Anda sangat membangun dalam pengembangan blog ini. Terimakasih atas partisipasinya.