Senja kala itu mendung; tak nampak seperti
biasanya, namun tak nampak juga datang hujan memenuhi undangannya. Ah,gak
bakal hujan. Acil menerka-nerka dalam pikirnya sambil memandang langit
senja kala itu. Matanya agak sayup karena lelah yang mendahaga
dikerongkongannya serta disibukkan bunyi-bunyian yang berasal dari dalam perutnya;
mungkin cacing dalam perut berdemo menumpahkan aspirasinya. "Kapan yah
suara itu terdengar lagi?", "Sabar Cil, bentaran juga bakal Adzan
Maghrib." Emak mencoba menenangkan gemuruh perut Acil yang meletup-letup. Memang
berat ibadah yang ia kerjakan itu, walau masih dalam taraf pembelajaran di se-usia Acil yang baru beranjak enam tahun.
****
15.19 WIB; "Allahu Akbar,
Alla.................hu Akbar." Muadzin bersahutan dari mushola-mushola
kampung. Kampung yang mempunyai nama singkatan BBC itu. Awal sore itu, tak jarang
penghuni kampung yang tersentak bangun mendengar suara adzan Ashar yang merdu tapi tegas, termasuk Acil
yang tertidur di dipan ruang tengah rumah. Mereka duga adzan itu sudah masuk
waktu maghrib. "Alhamdulillah, Akhirnya Adzan juga." sahut Acil
dengan keadaan setengah sadar sambil merapihkan wajah yang agak kacau setiap kali dia bangun dari tidur. Ia bergegas ke meja makan, tempat paling favorit
dari bagian rumahnya saat-saat waktu berbuka puasa. "Loh kok belum ada
apa-apa, Mak?", "Ya, belum Cil. Kan ini masih Ashar." Emak
mengingatkan. "Wah, masih lama dong ya?", "Udah sana pergi
Shalat aja, Cil!", bergegaslah Acil mengambil Wudhu selepas Emak
mengajaknya Shalat Ashar.
****
Wajah kecil dengan mata sayupnya kali ini tak
sabar menahan datangnya waktu berbuka. Akhirnya dia putuskan untuk bermain saja sebagai penawar sementara obat rasa laparnya. Lapangan voli menjadi tujuannya, dimana ia
sering bermain dengan teman se-umurannya. "Ho, kok gak puasa
sih?", "Puasa atuh, da sampe jam dua belas saya mah, Cil." Biho menjelaskan dengan wajah segarnya yang telah berbuka puasa siang tadi, ketika
Acil memergokinya saat minum es lilin sambil duduk dibawah pohon belimbing samping Lapangan
voli tanpa malu. "Ih, kamu mah gak malu. Kan sekarang teh lagi bulan
Puasa.", "Biarin atuh Cil, da kita mah masih kecil ini.",
"Ah, aku mah mau belajar sampe beres maghrib sahumnya.", "Wah,
hebat euy si Acil." Biho temannya yang berbeda RT itu menyaut salut.
Setelah perbincangan singkat itu yang di
akhiri salutnya Biho, mereka pun bermain sepak bola dengan sahabat lainnya di
lapangan voli kebanggan kampungnya dan Pak Kades, selaku pendiri lapangan itu.
"Gol....., Gol........" teriakan Acil
dan kawan-kawan ke-sebelasannya bergemuruh mengekspresikan kebahagiaannya, selepas Acil meng-eksekusi
bola di titik putih garis gawang yang gagal di tangkis Biho selaku penjaga
gawang. Acil merasa seperti idola sepak bola baru dikampungnya karena
membawa nama baik ke-sebelasan RT-nya yang masih di divisi pemula bahkan amat pemula itu.
Mereka menang dengan gol tunggalnya.
"Cil, Cil, Cil.... ayo bangun udah adzan
tuh.", "Eh, udah buka ya Mak?" tanya Acil setengah sadar dari
mimpi ketidurannya yang singkat dan klimaks itu; saat menunggu buka puasa di
atas dipan, sambil menatap ke langit luas selepas shalat Ashar tadi. Hufh,
ternyata hanya mimpi. Acil mengeluh sambil membuka tudung saji. * :(
[]
0 Opini Pembaca:
Post a Comment
Komentar dan Opini Anda sangat membangun dalam pengembangan blog ini. Terimakasih atas partisipasinya.